Inilah sedikit rekam jejak yang tersisa itu. Sebuah pemandangan yang ku ambil dari kamera telpon genggamku. Tak banyak yang bisa terucap dari mulutku. Yang ku bisa, hanyalah merekam semua ingatan itu, lewat potongan-potongan gambar yang ku ambil dari lokasi berjarak 1 km dari puncak gunung.
Batikku...
Aku tak mengetahui, siapa pemilik batik ini. Aku tak juga mengetahui, bagaimana nasib si pemilik batik kini. Yang ku tahu, batik ini sudah menjadi saksi bisu dari amuk Merapi. Warisan budaya yang telah diakui oleh lembaga UNESCO itu, ketika ku temui, hanyalah menjadi onggokan dari begitu banyak puing yang tersisa dari amuk Merapi.
Gunting...
Sejatinya, gunting ini hanya menjadi alat pemotong saja. Tetapi, entahlah, mengapa gunting ini telah berubah fungsi. Ia menancap layaknya sebilah pisau tajam. Atau mungkinkah juga, gunting yang telah hangus diserang wedhus gembel Merapi itu, itu berkata,''Tolonglah aku....aku juga ingin bersembunyi di balik kayu ini saja!''
Oh, Motorku....
Tiga motor ini telah menjadi bagian dari tragedi memilukan Merapi.
Sang Penjaga Setia
Inilah akhir dari sebuah perjalananku. Remaja ini bukanlah Mbah Maridjan. Matanya menatap kosong. Gurat dahinya menandakan, betapa berat kehidupannya kini. Tetapi, ia akan selalu setia dan selalu siap bercerita, tentang apa dan bagaimana Merapi. Karena ia adalah anak Merapi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar