Rabu, 30 September 2009

Mengenal Miyabi...


Nama Maria Ozawa a.k.a Miyabi belakangan makin kencang saja terdengar, menyusul rencana keterlibatannya dalam film produksi Maxima Film, Menculik Miyabi. Rencana kedatangannya menjadi buah bibir, bahkan berujung pada kontroversi. Ada yang mendukung, tak sedikit pula yang mencibir rencana penampilannya di film nasional yang tengah menggeliat ini.
Lantas seperti apa sebenarnya sosok wanita Jepang yang dikenal sebagai bintang porno itu?
Perjalanan karier Miyabi di dunia esek-esek diawali ketika ia bergabung dengan B-Open, sebuah agen artis terkenal di Jepang. Ia menjadi model untuk situs khusus pria dewasa pada bulan Juni 2005. Di situs ini, Miyabi terlibat sejumlah sesi foto bugil.
Miyabi, yang kecantikannya diwarisi dari perpaduan keelokan wajah sang ibu yang asli Jepang dengan ayahnya yang berasal dari Perancis dan keturunan Kanada, mulai menancapkan namanya sebagai bintang porno ketika di tahun 2005 ia membintangi film porno bertajuk New Face produksi S1, sebuah Production House film dewasa di Jepang.

Bergabung dengan S1, Miyabi membintangi satu judul setiap bulannya sampai Februari 2007. Judul-judul video Miyabi sempat menjuarai kompetisi penjualan terbanyak film-film porno se-Jepang. Daya pikat Miyabi, tentu saja, bukan hanya aksi-aksinya yang menantang, tapi juga penampilan wajahnya yang ayu dan innocent.
Tak hanya film-film porno yang juga dibintanginya, Miyabi juga sempat terlibat dalam penggarapan film garapan V-Cinema, MTV Jepang dan menjadi model untuk video klip lagu Summer Time in the D.S.C.

Menilik pengalamannya bercinta, perempuan cantik yang punya hobi memasak dan bermain video game ini, terbilang edan. Bayangkan, di usia 13 tahun ia sudah merelakan kegadisannya kepada pacar pertamanya.
Di blog pribadinya, perempuan kelahiran Hokkaido, Jepang, 8 Januari 1986 ini mengaku di usianya itu telah melakukan hubungan intim dengan enam pria, empat di antaranya adalah sang pacar.
Terkait penampilannya dalam film Menculik Miyabi, pihak rumah produksi Maxima, mengatakan tak akan mengeksploitasi soal urusan ranjang Miyabi. Film ini menceritakan seorang gadis cantik asal Jepang yang merantau ke Indonesia dengan tujuan untuk berbisnis. Dia akhirnya mendirikan toko Miyabi Lingerie.
Cerita berlanjut ke tiga mahasiswa yang sedang bingung mencari kado buat ulang tahun perempuan yang mereka cintai. Ketiga cowok kuliahan ini malah terobsesi dengan kecantikan Miyabi. Ketiganya pun menculik Miyabi.
Miyabi direncanakan akan datang ke Jakarta tanggal 14 Oktober mendatang dan memulai shooting tanggal 15 hingga 22 Oktober.

sumber: http://entertainment.kompas.com/read/xml/2009/09/28/e163058/mengenal.miyabi.....

LSF soal Miyabi: Jangan Dustai Hati Nurani

JAKARTA--Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Mukhlis Paeni, meminta agar produser film Indonesia yang berniat memakai 'jasa' aktris ikon porno asal Jepang Miyabi dalam proses produksi filmnya agar dapat melihat kepentingan penonton Indonesia. ''Jangan dustai hati nurani. Mereka harusnya bisa bersikap arif terhadap penonton Indonesia,'' kata Paeni di Jakarta, Selasa (29/9).

Pernyataan Paeni ini berkaitan dengan adanya niat salah satu produser film Indonesia yang ingin melibatkan Maria Ozawa atau lebih beken dengan nama Miyabi sebagai salah satu bintang utamanya. Miyabi dikabarkan juga akan langsung melakukan proses syuting-nya di Indonesia.

Paeni mengatakan saat ini pihaknya masih belum memberikan peringatan atau teguran terhadap rencana produser yang akan menjadikan Miyabi sebagai bintang utama filmnya. Namun dia mengatakan, setiap produser seharusnya sudah mengetahui sebuah karya yang layak buat ditonton secara massal.

''LSF itu bukan memberikan rambu-rambu yang bersifat baik atau tidak baik, tetapi kita memberitahu mana yang layak atau tidak. Nah untuk ini saya meminta agar produser bisa mengetahui rambu-rambunya. Jangan sampai stelah jadi malah karyanya dipotong. Itukan menjadi kerugian buat mereka sendiri,'' ujarnya.

Deddy Mizwar: Miyabi Jangan Bikin Film Porno di Indonesia



JAKARTA--Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N), Deddy Mizwar, menegaskan, agar kehadiran Miyabi ke Indonesia jangan dilakukan untuk membuat film porno. Bintang Nagabonar ini mengatakan siapa saja boleh datang ke Indonesia, termasuk Miyabi.''Tapi jangan sampai bikin film porno di sini,'' pinta Deddy dalam pesan singkatnya kepada Republika menyikapi rencana keterlibatan aktris Jepang Miyabi yang akan terlibat dalam proses pembuatan film bersama produser asal Indonesia.

Pemeran Pria Terbaik Festival Film Indonesia dalam Naga Bonar Jadi 2 ini juga mengingatkan, hal terpenting buat sineas asing yang ingin mencari 'nafkah' ke Indonesia harus terlebih dahulu mendapatkan izin kerjanya. Hal ini, kata Deddy, sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Menurut Deddy, sebenarnya tidak perlu terlalu berlebihan dalam menyikapi rencana kedatangan dan keterlibatan Miyabi dalam produksi film lokal. ''Kalau kemampuannya biasa-biasa saja maka itu cuma sensasi yang memang diharapkan untuk kepentingan dagang semata,'' ujarnya.

Sementara itu Direktur Perfilman Nasional Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Ukus Kuswara, mengatakan pihaknya tidak ada upaya untuk bisa menghalangi niat seseorang untuk membuat film.
''Hanya saja kalau mau dipertunjukkan ke masyarakat maka harus lolos sensor karena fungsi pemerintah melindungi dan menjaga kepekaan sosial di masyarakat,'' katanya.

Soal keterlibatan Miyabi, Ukus menilai, saat ini dirinya masih belum bisa mengambil sikap lebih dahulu. ''Kita kan belum tahu peranannya apa. Kalau ternyata dalam peran yang diambilnya justu menggambarkan citra yang baik misalnya saja kembali ke jalan yang baik, apa tidak boleh,'' kata Ukus yang saat dihubungi sedang berada di Amerika.
sumber:http://www.republika.co.id/berita/78796/Deddy_Mizwar_Miyabi_Jangan_Bikin_Film_Porno_di_Indonesia

Minggu, 06 September 2009

RUU Film Dianggap Kekang Kebebasan Berekspresi

JAKARTA--Rancangan Undang-Undang (RUU) Film yang kini tengah siap disahkan di DPR dinilai sangat mengekang kebebasan berekspresi. Pengesahan UU ini dikhawatirkan juga akan membawa industri film Indonesia menjadi kolaps. ''Segala hal yang bersifat terburu-buru serta tidak mengakomodasi kepentingan mayoritas maka tidak akan ada manfaatnya,'' kata Noorca M Massardi, salah satu ketua dari Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) di Jakarta, Sabtu (5/9).

Noorca menyebut, penolakan terhadap RUU ini juga menjadi keputusan bulat dari seluruh pelaku industri film seperti sutradara, produser, aktor hingga kru film. ''Lebih dari 250 orang sudah menyatakan penentangannya terhadap RUU ini, apakah masih akan tetap jalan terus,'' ujar Noorca yang juga menjadi salah satu pengurus di tubuh jaringan bioskop 21 Cineplex Grup ini menandaskan.

Ketua Umum GPBSI, Djonny Syafruddin, juga menandaskan selama ini pihaknya baru sekali diajak konsultasi dalam perumusan rancangan undang-undang. ''Mereka (pemerintah dan DPR) hanya basa basi saja, sementara masukan yang kita sampaikan tidak ada digunakan dan tidak ada sama sekali melakukan diskusi,'' ujarnya.

Soal substansi keberatan pada RUU ini, Noorca dan Djonny menyatakan terletak pada seluruh kerangka acuan yang termaktub di dalam draft RUU. Noorca menampik jika protes yang dilakukannya karena berkaitan dengan pengaturan distribusi dan tataniaga film yang akan dikelola langsung oleh pemerintah. Dalam draft RUU per 2 September 2009 tertulis pada pasal 29 menteri nantinya menetapkan tata edar film untuk menjamin perlakuan yang adil. Poin ini muncul karena selama ini peredaran dan distribusi film ada dugaan dimonopoli oleh salah satu jaringan film.

Terhadap tudingan tersebut, Anitio, direksi dari jaringan bioskop 21, menyanggahnya. ''Undang-undang dibangun dari asumsi yang keliru. Bioskop daerah itu mati bukan karena tidak ada produser dan jaringan bioskop yang tidak mau menyuplai filmnya, tetapi karena penonton yang tidak ada dan pergeseran perilaku penonton yang selalu ingin bioskop menyatu dengan pusat perbelanjaan,'' ujarnya.

Bahkan perwakilan GPBSI dari Jawa Barat, Edison Nainggolan, memprediksikan jika RUU ini disahkan industri film nasional akan ambruk dalam dua tahun pascapengesahan. Edison menyebut tata edar yang dibuat oleh UU menjadi salah satu penyebabnya. ''Peristiwa semacam ini pernah terjadi ketika pemerintah memaksakan UU nomor 8 (film) yang pernah membuat mati suri industri film kita dahulu,'' tandasnya.

Sementara itu RUU yang telah mulai dibahas sejak lima tahun ini telah memasuki tahap panitia kerja di Komisi 10. Jika tidak aral melintang, draft akhir dari RUU ini akan disahkan Selasa (8/9) mendatang oleh lembaga legislatif. RUU ini hadir untuk menggantikan UU Film nomor 8 yang menjadi produk Orde Baru. akb/kpo
sumber: http://www.republika.co.id/berita/74463 RUU_Film_Dianggap_Kekang_Kebebasan_Berekspresi