Jumat, 28 Januari 2011

The Lonelly Bull'z, Mimpi dari Jawara Wanted 2010







''Semua yang kini kami dapatkan sudah seperti mimpi yang menjadi nyata,'' sepenggal kalimat itu terluncur dari mulut Rinto. Rinto seperti ingin mewakili bagaimana perasaan rekan-rekannya yang tergabung di dalam grup band The Lonelly Bull'z.

Apa yang membuat hatinya berbunga-bunga? Ah, ternyata impian lima remaja asal Surabaya untuk menembus dapur rekaman telah terbuka jalannya usai memenangkan kontes band pencarian berbakat bernama Wanted. Ajang ini sebelumnya telah menelurkan d'Masiv, Geisha, dan juga Supernova yang kini tengah merajai industri musik negeri ini.

TLB, begitu para personel grup band ini menyingkat nama dirinya, memang patut berbunga hati. Jalannnya untuk menjadi juara Wanted juga sedikit berliku. Bahkan, ketika juri seleksi tahap awal ingin menilai, grup yang beranggotakan Meta (vokal), Voe (gitar), Doddy (keyboard), Bembi (bass) dan Rinto (drum), nyaris saja tersisih namanya dari kontes ini.

''Waktu itu CD yang kami kirimkan ke juri seleksi ternyata tidak bisa dibaca. Tapi kami sungguh beruntung, ternyata usaha kita mengirimkan CD ke perusahaan-perusahaan rekaman di Jakarta sebelum acara Wanted telah menyelamatkan kami,'' kenang Voe ketika bersilahturahim ke redaksi Republika, Kamis (27/1).

Cerita Voe tadi merujuk pada perjalanan mereka untuk menembus industri rekaman ke Jakarta. Tiga minggu sebelum dibuka ajang Wanted 2010, para personel TLB ini sempat mengais harapan. Kepingan cakram yang berisi enam lagu berbentuk demo disodorkan ke beberapa perusahaan rekaman. ''Ternyata salah satu juri yang turut menjadi anggota juri tahap awal Wanted, masih ada yang menyimpan CD kami. Akhirnya CD itulah yang kemudian menolong kami dari ancaman diskualifikasi.''

Kini, setelah mimpi itu mulai tercapai, sebuah babakan awal sebenarnya baru mulai dirintis. Jalan menjadi pesohor sudah berada di depan mata. Namun berusaha keras tentu masih harus tetap dilakoni.

Sebagai wujud ikhtiar, TLB memilih singel Tak Marah sebagai pembuka jalan untuk bisa menjadi lebih besar. Lagu ini menjadi salah satu singel dari album kompilasi Wanted 2010. Singel berbalut aransemen pop ini merupakan buah karya dari Meta. Ia adalah satu-satunya personel perempuan tapi mampu menjadi lumbung kreasi dalam membuat lagu buat TLB. ''Ha..ha..ha...pengalaman pribadi,'' kata Meta melepaskan senyumannya.

Sementara itu Noey Java Jive, produser yang turut membidani album kompilasi Wanted 2010, menilai materi yang dimiliki TLB memiliki kekuatan untuk dapat bersaing di industri musik nasional.

 ''Memang masih ada beberapa hal yang perlu perbaikan, tetapi saya melihat penampilan mereka di atas panggung menjadi salah satu yang paling menonjol dari mereka. Ini bisa menjadi faktor untuk bisa lebih dikenal lagi,'' kata Noey dalam perbincangan lewat saluran telpon kepada Republika.

 Pujian yang disampaikan oleh Noey ternyata juga menjadi pengakuan dari para personel TLB. ''Untuk penampilan di panggung kami berupaya memberikan sesuatu yang berbeda. Untuk konsepnya kami menyesuaikan dengan setiap lagu yang mau kami bawakan,'' kata Voe menjelaskan.

 Meski lagu Tak Marah ini terasa agak pop mellow, namun grup ini secara alaminya mengusung musik beraliran pop-rock. Khusus genre rock, seperti diakui Dodi, tetap dipilih untuk menjaga identitas grup band Surabaya yang dikenal sebagai gudangnya musisi rock Tanah Air. ''Kami tetap tidak mau menghilangkan identitas Surabaya. Meski kami bermain di jalur industri pop, namun warna rock masih tetap kami jaga. Kami memberi nama genre yang kami mainkan adalah rock elektro,'' kata Dodi menjelaskan.

Namun apapun pilihan genre yang dibawa, kehadiran TLB ini juga membawa sebuah asa kedaerahan. ''Kami juga ingin membawa lagi nama Surabaya bisa dikenal di industri ini. Dulu Surabaya banyak sekali melahirkan musisi. Dan kini kami berharap bisa mencatatkan nama kami di tengah industri musik ini,'' kata Meta turut menimpali.

Rabu, 26 Januari 2011

Romansa Cinta ala Hasta Band





Cinta sepertinya tak akan pernah lekang ditelan waktu. Berbicara soal cinta maka selalu saja akan lahir beragam ide dan karya.

Lewat bahasa cinta itu juga lima remaja yang bernaung di bawah nama Ha5ta Band mencoba untuk membagikan karyanya. Sebuah lagu berbalut tulang musik pop dipersembahkan. 'Masih Adakah Cinta' , begitu judul yang kemudian disematkannya.

''Cinta selalu menjadi bahasan yang menarik. Tak akan pernah habis kata untuk membahasnya. Kami bukanlah pemuja cinta, tetapi kami merasa cinta telah memberikan sebuah inspirasi buat karya yang kami buat,'' begitu Ilham, vokalis Ha5ta band, bercerita perihal buah kreatifnya.

Singel 'Masihkah Adakah Cinta' ini memang menjadi hasil perenungan dari Ilham. Ia hendak bercerita tentang keraguan seorang pria terhadap cinta kekasihnya yang mulai terasa dingin.

Ada rasa galau di dalamnya. Ilham hendak mempersoalkan lewat lirik lagunya tentang keindahan, kemesraan , dan romantisme yang tak lagi mewarnai sepasang kekasih. ''Ini kemudian menimbulkan keraguan di hati sang pria akan keberadaan cinta dari kekasihnya,'' kata Ilham.

''Sehingga lewat lagu ini saya ingin mencoba bertanya, masih adakah cinta  bagiku untuk dapat terlelap di sampingmu?, Masihkah adakah tempat untukku dan dapat sandarkan diri di hatimu?''

Ah, Ilham memang melankolik dalam memaknai sebuah kadar cinta. Tetapi, pemaknaan itu justru mampu dibalut menjadi ceria lewat imbuhan musik pop. Ada beat yang menendang di dalamnya sehingga membuat pendengarnya bakal terlupa kalau lagu ini sebenarnya tengah bercerita akan kegalauan cinta.

Singel ini dijadikan oleh Ha5ta band sebagai langkah ikhtiar untuk meretas sukses di panggung industri musik tanah air. Ilham (vokal), Arief (gitar), Joan (bass), Dika (drum), dan Qiki (keyboard) menyimpan asa itu.

''Hasrat, asa, cinta dan cinta memang menjadi landasan kami untuk bisa berbicara di industri musik,'' kata Ilham menambahkan.

Selasa, 25 Januari 2011

Idealisme Tompi






''Album ini lahir supaya saya tidak jatuh miskin pada tahun ini,'' Tompi berseloroh ketika berbincang santai di kantor redaksi Republika pada akhir pekan kemarin di Jakarta.

Tompi jatuh miskin? Rasanya terdengar hiperbolis, tentu. Tetapi begitulah solois bernama asli Teuku Adifitrian ini memberikan gambaran singkat tentang album terbarunya "Tak Pernah Setengah Hati". Album ini merupakan album solo kelima dari pria asal bumi Nanggroe Aceh Darussalam.

Hati Tompi memang telah terbelah pascamerilis album "Paris-Jakarta Express" pada 2009 silam. Album yang kental dengan kearifan dan keunikan seni tradisi daerah itu justru tak mendapat respons baik dari publik dalam negeri. Tetapi album itu justru, seperti diklaim Tompi, lebih banyak mendapatkan tempat di telinga pendengar orang bule di Eropa.

''Kebetulan juga album ("Paris-Jakarta Express") ini melibatkan dua orang Prancis. Jadi saya tak terlalu banyak kehabisan amunisi,'' kata Tompi sambil melepaskan senyumannya.

Ah, Tompi memang pandai membuat suasana menjadi terasa cair. Tak ada sekat yang ia bangun ketika berbincang-bincang dengan awak redaksi Republika. Ia tetap memperlihatkan pesonanya sebagai sosok yang asik diajak berbincang banyak hal, termasuk soal karyanya di dunia musik.

Terkait dengan album "Tak Pernah Setengah Hati" ini, Tompi ternyata tak hanya sekedar memberi judul. Tetapi ada pesan yang sebenarnya hendak ia sampaikan. ''Sebenarnya saya ingin menyampaikan kritik kepada media dan pelaku musik di negeri ini. Saya gelisah karena sekarang ini begitu banyak orang ingin mengambil jalan pintas sehingga mereka tak pernah malu-malu untuk mencontek karya orang lain,'' katanya.

Bahkan dalam sebuah kesempatan, Tompi pernah mendapat tawaran dari sebuah perusahaan rekaman untuk mengubah sedikit lagu milik orang lain. Ingin tahu berapa angka yang siap ditransfer ke rekening dia? ''Kalau melihat angkanya sih siapa yang tak tergiur. Rp 250 juta hanya mengubah sedikit-sedikit saja. Tetapi saat itu saya menolak karena untuk apa kita membohongi diri kita sendiri,'' kata pria yang kini berstatus sebagai dokter spesialis bedah ini.

Ah, Tompi untuk kesekian kalinya telah menunjukkan identitasnya yang berbeda. Sebuah idealisme bermusik yang mungkin saat ini menjadi barang langka di tengah segelintir pembuat lagu yang gemar melakukan praktek plagiat demi mengejar lagunya dapat laris di pasar.

Lantas bagaimana kalau lagu Tompi suatu saat justru dituding melakukan juga praktek 'mencuri'? Tompi mengaku dirinya bukanlah sosok yang tanpa pernah ada kesalahan. Tetapi untuk menyortir karya-karyanya sebelum diperkenalkan kepada khalayak ramai, ia melakukan kontrol cukup ketat.

''Saya justru bertanya dulu kepada istri, teman-teman bahkan para MD (music director). Kalau memang ada lagu saya yang mirip-mirip, saya langsung membuangnya,'' kata dia. ''Lantas kalau sampai keluar, wah itu memang sial buat saya. Tetapi pada dasarnya saya sangat menginginkan karya-karya saya adalah sesuatu yang orisinal, bukan dari hasil jiplakan.''

Evolusi Changcuters




''Ini gaya baru kita. Ayo terus joget,'' Tria, vokalis Changcuters, mengajak para Changcut Ranger – sebutan bagi para pemuja Changcuters – untuk bersuka ria bersama ketika tampil di atas panggung.

Gaya baru? Ya, Changcuters memang telah memperkenalkan wajah barunya. Mereka tak lagi tampil dengan celana ketat serta rambut-rambut yang disasak.

Tapi Tria (vokalis), Qibil (gitar), Alda (gitar), Dipa (bass), dan Erick (drummer), telah berevolusi. Di atas panggung "Nusa Konser" yang digelar di lapangan Pemda Cibinong, Sabtu (15/1) malam, mereka tampil bagaikan mafioso-mafioso Italia.

Para personel Changcuters itu menghibur para pemujanya dengan jas, celana bagy serta potongan rambut yang lebih mature.

''Kan kita mau mengeluarkan album baru. Nah setiap album baru, kita itu pasti ada sesuatu yang baru. Kebetulan konsep yang sekarang ya kaya gini,'' kata Tria sebelum naik ke atas panggung menjelaskan.

Tria juga menjelaskan penampilan baru ini merupakan yang perdana diperkenalkan secara resmi di atas panggung.

Nah khusus untuk rangkaian "Nusa Konser" ini, Changcuters akan tampil di enam kota. Selepas Cibinong, Changcuters akan menyambangi para penggemarnya di Sukabumi, Bandung, Tasikmalaya, Subang dan Cirebon pada 2 April mendatang.

''Untuk Cibinong ini jadi tempat pertama kita tampil kayak ini,'' kata Dipa turut menimpali soal penampilan baru Changcuters.

Dalam konser yang dijejali ribuan anak-anak ABG itu, Changcuters mempersembahkan sekitar 12 lagu selama hampir 1,5 jam. Lagu pembuka yang langsung membakar suasana venue adalah Suka-Suka. Lagu ini merupakan salah satu singel hits yang termaktub dari album ketiga mereka yang berjudul Misteri Kalajengking Hitam yang dirilis dua tahun lalu.

Tapi suasana kian meriah setelah Racun Dunia dan Hijrahg ke London di lantunkan. Koor massal dari ribuan pemuja Changcuters membaur bersama vokal Tria yang berada di atas panggung.

Di pertengahan penampilan, grup asal Bandung ini memperkenalkan juga singel terbaru mereka. Lagu itu berjudul Parampampam.

Tetapi sambutan lebih meriah justru kembali lagi menyeruak ketika Changcuters membawakan 'I Love U Bibeh', 'Gila-gilaan'. Sebelum hits 'Main Serong' diantarkan sebagai tembang pamungkas, para pemuja Changcuters itu berseru bersama,''Lagi...lagi...lagi...!''

Selain tampil beda dengan konsep busana di atas panggung, penampilan Changcuters di 'Nusa Konser' ini juga disertai dengan sesuatu yang lebih anyar.

Dalam penampilannya, mereka juga disokong oleh anak-anak muda berbakat dari alumnus Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Di atas panggung, Changcuters berkolaborasi dengan performance art yang menampilkan karya seni berupa gambar serta iringan alat-alat yang tidak biasa seperti sekrup, lakban, pita kaset, daun tembakau, dan cat.

Menimang Musik 'Metal' di 2011


Akankah ada yang baru bakal tersaji dari industri musik dalam negeri di tahun yang baru ini? Akankah roda berputar, tak lagi menjadikan musik pop melayu mendayu-dayu, menjadi medan magnet bagi para debutan yang hendak mencari peruntungan di tahun Kelinci ini?

''Berbicara soal prediksi musik, khususnya musik-musik berlanggam Melayu, pada tiga kwartal pada 2011 ini rasanya tak akan banyak berubah,'' begitu Remmy Soetansyah memberi pandangannya. Remmy adalah pengamat musik yang memiliki lembaga Rumah Musik Indonesia.

Remmy tak hanya sekedar berspekulasi. Argumentasinya berlandaskan pada fenomena yang terjadi di sepanjang tahun lalu. Selama setahun kemarin, grup band pengusung genre musik ini masih menjadi yang paling nge-hits di gendang telinga anak negeri. Sebutlah di antaranya nama Wali atau juga ST 12 .



Kedua grup ini telah menyedot para pengguna telpon genggam dalam negeri untuk menjadikan lagu mereka sebagai Ring Backtone (RBT) sampai angka 10 juta aktifasi. RBT sendiri merupakan 'napas baru' bagi para musisi dalam negeri untuk tetap hidup di tengah maraknya pembajakan yang sampai kini tak pernah bisa diurut simpul keruwetannya.

''Ini angka yang sungguh luar biasa, apalagi jika dibandingkan dengan musik-musik di luar genre melayu total (metal) yang sangat melempem aktifasi RBT-nya,'' kata Remmy kembali.

Apa yang disampaikan Remmy dipertegas juga oleh Krish Pribadi, vice president Digital Music and Content Marketing dari Telkomsel. ''Di tempat kami, lagu dari Wali ini masih menjadi penyumbang RBT terbesar,'' katanya.



Krish mengungkap, lagu-lagu dari Wali telah menyedot 5,5 juta aktifasi. ''Memang kalau di total dari semua provider yang ada di Indonesia, angkanya (lagu Wali) saya kira bisa menembus 12-13 juta aktifasi,'' katanya. ''Begitu juga dengan ST 12 yang juga bagus RBT-nya.''

Dengan trend positif yang telah ditunjukkan oleh grup band pengusung musik 'metal' itu apakah membuat para pemilik perusahaan rekaman akan terus menggenjot potensi tersebut pada tahun ini?

Rahayu Kertawiguna, produser dari perusahaan Nagaswara, mengatakan, secara bisnis genre yang telah ditawarkan oleh grup band Wali rasanya masih belum bisa diabaikan. Wali sendiri merupakan grup band yang menjadi salah satu mesin uang bagi Nagaswara. ''Yang pasti untuk tahun ini kita akan terus me-maintenance para penggemar grup Wali,'' kata Rahayu ketika ditemui di ruang kerjanya. ''Karena kita masih melihat potensi itu masih besar.''

Bahkan agresifitas Nagaswara untuk merebut pendengar musik Tanah Air lewat genre musik pop melayu itu tidak hanya mengandalkan pada kepiawaian Wali menghadirkan karyanya. ''Kita juga memiliki beberapa grup sejenis yang siap untuk bersaing tahun ini,'' kata Rahayu.

Rahayu menyebut nama SET 14. Grup asal Lampung ini dirancang kehadirannya pada Februari mendatang. Lampung tercatat juga sebagai kota yang pernah melahirkan grup Kangen Band yang sempat dicemooh namun laris secara penjualan.

Dalam obrolannya kepada Republika, Rahayu sempat memperdengarkan salah satu karya dari grup ini. Dari penilaian Republika, karakter vokal dari SET 14 ini memiliki kemiripan dengan karakter vokal Charly van Houten, vokalis dari grup band ST 12.

Apakah model duplikasi sukses ST 12 itu menjadi kiat untuk bisa meraup potensi penikmat musik 'metal' di dalam negeri? ''Saya sih melihatnya ini hanya kebetulan saja mirip seperti Charly. Karena buat saya yang lebih saya cari adalah musik yang menjual. Dan saya melihat potensi itu ada pada mereka (SET 14),'' ujarnya.

Sementara itu dalam obrolan terpisah, Charly sempat bercerita saat ini dirinya berupaya melakukan pengembangan karya. ''Saya melihat sekarang ini sudah begitu banyak yang mengekor karya-karya ST 12. Untuk itu kita harus bisa terus melakukan inovasi, namun kita akan tetap menjaga konsep dari ST 12,'' katanya.

Charly menyebutkan upaya perubahan itu telah mulai dirintisnya pada album Pangeran Cinta. ''Di sana kita coba menyisipkan aransemen yang up beat juga kok. Memang vokal saya tidak akan berubah karena ini menjadi salah satu identitas dari ST (12),'' ujarnya.

Senin, 24 Januari 2011

"Andai Aku Gayus" dan Sejarah Lagu Protes di Indonesia


sumber foto: Tribunnews


Kasus mafia pajak Gayus Tambunan, mengilhami Bona Paputungan mencipta sebuah lagu berjudul "Andai Aku Gayus" yang kini lagu tersebut meledak. Ini lagu main-main, tapi dampaknya bukan main. Sebab, lagu ini bertema protes dan setengah menghujat sistem peradilan negeri ini.

Nampaknya, fenomena sosial banyak mengilhami para seniman musik. Sejak rezim orde lama sampai orde baru, pemerintah rajin membrangus seniman musik. Ada beberapa lagu ciptaan yang dilarang diputar, tapi ada beberapa pula yang lolos dan secara sembunyi diperdengarkan.

Pembrangusan seniman musik negeri ini diawali oleh Koes Bersaudara. Pada Kamis 1 Juli 1965, pasukan tentara menangkap band Koes Bersaudara (Tony, Yon, Yok, Nomo Koeswoyo). Aparat lantas mengurung band bersaudara ini di LP Glodok, Jakarta.

Mengapa ditahan? Mereka dituduh memainkan lagu-lagu The Beatles yang dianggap meracuni jiwa generasi muda saat itu. Sebuah tuduhan tanpa dasar hukum, bahkan terkesan mengada ada. Mereka dianggap memainkan musik "ngak ngik ngok" istilah pemerintahan Presiden Soekarno yang berkuasa saat itu, musik yang cenderung imperialisme pro barat.

Waktu pun berjalan, Sampai di masa orba masih banyak berseliweran karya-karya musisi yang membuat kuping Soeharto, presiden RI waktu itu, memerah. Sebut saja "Tante Sun" (Bimbo) yang mengritik dominasi ibu negara (Tien Soeharto), atau "Pak Tua" (El Pamas) yang menyindir Soeharto atas masa kekuasaannya di negeri ini. Beruntung, dua lagu itu lolos dari larangan.

Tapi tahun 1978 an, Mogi Darusman (almarhum) menggegerkan Indonesia dengan lagu "Rayap-Rayap". Liriknya terang-terangan menohok koruptor dan sebangsanya, sehingga waktu itu jaksa agung, atas perintah Soeharto, melarang lagu ini beredar.

Bagi generasi sekarang, sekadar tahu saja, Mogi Darusman adalah musisi sepupu Marzuki Darusman, SH (politikus) dan Chandra Darusman (musisi jazz). Lagunya direkam dan diedarkan, namun tidak lama, album Aje Gile dilarang beredar, dan Mogi Darusman seolah dipasung, sampai ia wafat karena sakit.

Lihat saja sepenggal liriknya yang membuat para petinggi negeri ini kebakaran jenggot:

"Kau tahu rayap-rayap/makin banyak dimana-mana/ dibalik baju resmi/ merongrong tiang negara//
Kau tahu babi-babi/ makin gemuk di negeri kita/ mereka dengan tenang/ memakan kota dan desa//

Lagu itu amat sangat relevan untuk diperdengarkan di era sekarang ketika korupsi makin subur dan banyak muncul mafioso seperti Gayus Tambunan yang lantas menginspirasi Bona Paputungan membuat lagu "Andai Aku Gayus" yang membuat namanya mencuat karena lagu ini diposting di You Tube.

Kritik sosial

Mogi Darusman dibrangus, muncul Harry Roesli. Pemusik asal Bandung ini melahirkan karya-karya sarat kritik sosial dan, bahkan bernuansa pemberontakan terhadap kekuasaan Orde Baru.

Bersama DKSB (Depot Kreasi Seni bandung) dan Komite Mahasiswa Unpar, Harry Roesli mementaskan pemutaran perdana film dokumenter "Tragedi Trisakti" dan panggung seni dalam acara "Gelora Reformasi" di Universitas Parahyangan.

Saat pemerintahan BJ Habibie, salah satu karyanya yang dikemas 24 jam nonstop juga nyaris tidak bisa dipentaskan. Juga pada awal pemerintahan Megawati, dia sempat diperiksa Polda Metro Jaya gara-gara memelesetkan lagu wajib Garuda Pancasila.

Zaman berubah. Era reformasi menjadi euforia para seniman bebas membuat lagu bertema sosial. Kritik tak lagi membuat menyakitkan, karena para petingi dan koruptor d Indonesia sudah "mati rasa". Mestinya lagu "Rayap-rayap" sangat pas untuk kondisi sekarang di mana para pejabat yang korup relevan disebut babi-babi gemuk.

Sehingga pada era tahun 90 an sampai 2000 an lagu-lagu dengan tema antikorupsi dari para musisi banyak dibuat. Mereka memiliki kepekaan cukup tinggi terhadap fenomena korupsi masih pun marak.

Bisa disebut "Surat Buat Wakil Rakyat" (Iwan Fals), "Seperti Para Koruptor" (Slank), "Pemimpin Budiman (GIGI), "Gosip Jalanan" (Slank), "Kwek Kwek Kwek" (Iwan Fals), "Merdekakah Kita" (Saykoji), "Jengah" (Pas Band), dan "Rubah" (Iwan Fals), serta "Sapuku Sapumu Sapu Sapu" (Iwan Fals).

Lantas musisi generasi muda seperti "Music Guyonan" (Dedy Suardi), "KA (Koruptor Anjink)" (ANTINK band), "Krisis Ekonomi vs Korupsi" (RCP), "Distorsi" (Ahmad Band), "John Esmod" (/rif), "I.C.U" (Tipe-X), "Nagih" (Slank), "Dekadensi" (Chrisye), "Sini Oke Sana Ko" (Seurieus), "Politik Uang" (Iwan Fals), "Birokrasi Kompleks" (Slank), dan "Indonesia" (Rhoma Irama), serta "Negeri Cintaku" (Keenan Nasution)

Beruntung di zaman reformasi ini, lagu-lagu bertema sosial itu bebas berseliweran di kuping. Artinya, lagu-lagu itu tidak dilarang, ini terkait dengan "mati rasa"nya para subjek yang dikritik.

*Artikel asli bisa klik di sini

Senin, 03 Januari 2011

Lowongan Kerja di Republika

Kawan-kawan, jika ada sahabat, kerabat, saudara, teman yang berminat...



KESEMPATAN BERKARIR

 

Anda menyukai tantangan, berwawasan luas, dan berstamina prima ?

REPUBLIKAmengundang Anda untuk bergabung bersama kami sebagai:

 

REPORTER

 

Syarat – syarat:

ü        Pria / wanita

ü        Usia maksimum 26 tahun

ü        Pendidikan Strata-1 (S1) semua jurusan, dibuktikan dengan salinan ijazah terlegalisasi atau surat keterangan lulus (SKL)

ü        IPK minimum 2,75 (ilmu sosial) dan 2,50 (ilmu eksakta), dibuktikan dengan salinan transkrip nilai terlegalisasi atau transkrip nilai sementara

ü        Fasih berbahasa Inggris (lisan – tulis)

ü        Berpengalaman organisasi

ü        Menyertakan surat pernyataan belum menikah

ü        Menyertakan surat izin dari orang tua / wali untuk berkarir sebagai Reporter

ü        Menyertakan pas foto terbaru dan berwarna (4x6)

ü        Siap ditempatkan di mana saja

ü        Mampu bekerja tim dan dalam tekanan deadline

ü        Menulis essay sepanjang 2 (dua) ribu karakter (maksimum) yang bertemakan “alasan ingin menjadi jurnalis”

 

Lokasi tes: Jakarta, Bandung, & Yogyakarta (tulis pilihan kota di pojok kiri atas surat lamaran)

 

Kirimkan berkas lamaran berikut Curriculum Vitae (CV) dan kelengkapan dokumen persyaratan Anda kepada:

 

Divisi SDM

Harian REPUBLIKA

Jl Warung Buncit Raya 37 Jakarta Selatan 12510

atau

Jl Perahu 4

Kota Baru Yogyakarta

atau

Jl LL RE Martadinata 126

Bandung

 

atau melalui e-mail:

tantangan_karir@yahoo.co.id

 

Lamaran Anda kami tunggu sampai tanggal 16 Januari 2011

Cantumkan kode ‘REP’

di sudut kiri atas amplop lamaran atau pada subjek e-mail