sumber foto: Tribunnews |
Kasus mafia pajak Gayus Tambunan, mengilhami Bona Paputungan mencipta sebuah lagu berjudul "Andai Aku Gayus" yang kini lagu tersebut meledak. Ini lagu main-main, tapi dampaknya bukan main. Sebab, lagu ini bertema protes dan setengah menghujat sistem peradilan negeri ini.
Nampaknya, fenomena sosial banyak mengilhami para seniman musik. Sejak rezim orde lama sampai orde baru, pemerintah rajin membrangus seniman musik. Ada beberapa lagu ciptaan yang dilarang diputar, tapi ada beberapa pula yang lolos dan secara sembunyi diperdengarkan.
Pembrangusan seniman musik negeri ini diawali oleh Koes Bersaudara. Pada Kamis 1 Juli 1965, pasukan tentara menangkap band Koes Bersaudara (Tony, Yon, Yok, Nomo Koeswoyo). Aparat lantas mengurung band bersaudara ini di LP Glodok, Jakarta.
Mengapa ditahan? Mereka dituduh memainkan lagu-lagu The Beatles yang dianggap meracuni jiwa generasi muda saat itu. Sebuah tuduhan tanpa dasar hukum, bahkan terkesan mengada ada. Mereka dianggap memainkan musik "ngak ngik ngok" istilah pemerintahan Presiden Soekarno yang berkuasa saat itu, musik yang cenderung imperialisme pro barat.
Waktu pun berjalan, Sampai di masa orba masih banyak berseliweran karya-karya musisi yang membuat kuping Soeharto, presiden RI waktu itu, memerah. Sebut saja "Tante Sun" (Bimbo) yang mengritik dominasi ibu negara (Tien Soeharto), atau "Pak Tua" (El Pamas) yang menyindir Soeharto atas masa kekuasaannya di negeri ini. Beruntung, dua lagu itu lolos dari larangan.
Tapi tahun 1978 an, Mogi Darusman (almarhum) menggegerkan Indonesia dengan lagu "Rayap-Rayap". Liriknya terang-terangan menohok koruptor dan sebangsanya, sehingga waktu itu jaksa agung, atas perintah Soeharto, melarang lagu ini beredar.
Bagi generasi sekarang, sekadar tahu saja, Mogi Darusman adalah musisi sepupu Marzuki Darusman, SH (politikus) dan Chandra Darusman (musisi jazz). Lagunya direkam dan diedarkan, namun tidak lama, album Aje Gile dilarang beredar, dan Mogi Darusman seolah dipasung, sampai ia wafat karena sakit.
Lihat saja sepenggal liriknya yang membuat para petinggi negeri ini kebakaran jenggot:
"Kau tahu rayap-rayap/makin banyak dimana-mana/ dibalik baju resmi/ merongrong tiang negara//
Kau tahu babi-babi/ makin gemuk di negeri kita/ mereka dengan tenang/ memakan kota dan desa//
Lagu itu amat sangat relevan untuk diperdengarkan di era sekarang ketika korupsi makin subur dan banyak muncul mafioso seperti Gayus Tambunan yang lantas menginspirasi Bona Paputungan membuat lagu "Andai Aku Gayus" yang membuat namanya mencuat karena lagu ini diposting di You Tube.
Kritik sosial
Mogi Darusman dibrangus, muncul Harry Roesli. Pemusik asal Bandung ini melahirkan karya-karya sarat kritik sosial dan, bahkan bernuansa pemberontakan terhadap kekuasaan Orde Baru.
Bersama DKSB (Depot Kreasi Seni bandung) dan Komite Mahasiswa Unpar, Harry Roesli mementaskan pemutaran perdana film dokumenter "Tragedi Trisakti" dan panggung seni dalam acara "Gelora Reformasi" di Universitas Parahyangan.
Saat pemerintahan BJ Habibie, salah satu karyanya yang dikemas 24 jam nonstop juga nyaris tidak bisa dipentaskan. Juga pada awal pemerintahan Megawati, dia sempat diperiksa Polda Metro Jaya gara-gara memelesetkan lagu wajib Garuda Pancasila.
Zaman berubah. Era reformasi menjadi euforia para seniman bebas membuat lagu bertema sosial. Kritik tak lagi membuat menyakitkan, karena para petingi dan koruptor d Indonesia sudah "mati rasa". Mestinya lagu "Rayap-rayap" sangat pas untuk kondisi sekarang di mana para pejabat yang korup relevan disebut babi-babi gemuk.
Sehingga pada era tahun 90 an sampai 2000 an lagu-lagu dengan tema antikorupsi dari para musisi banyak dibuat. Mereka memiliki kepekaan cukup tinggi terhadap fenomena korupsi masih pun marak.
Bisa disebut "Surat Buat Wakil Rakyat" (Iwan Fals), "Seperti Para Koruptor" (Slank), "Pemimpin Budiman (GIGI), "Gosip Jalanan" (Slank), "Kwek Kwek Kwek" (Iwan Fals), "Merdekakah Kita" (Saykoji), "Jengah" (Pas Band), dan "Rubah" (Iwan Fals), serta "Sapuku Sapumu Sapu Sapu" (Iwan Fals).
Lantas musisi generasi muda seperti "Music Guyonan" (Dedy Suardi), "KA (Koruptor Anjink)" (ANTINK band), "Krisis Ekonomi vs Korupsi" (RCP), "Distorsi" (Ahmad Band), "John Esmod" (/rif), "I.C.U" (Tipe-X), "Nagih" (Slank), "Dekadensi" (Chrisye), "Sini Oke Sana Ko" (Seurieus), "Politik Uang" (Iwan Fals), "Birokrasi Kompleks" (Slank), dan "Indonesia" (Rhoma Irama), serta "Negeri Cintaku" (Keenan Nasution)
Beruntung di zaman reformasi ini, lagu-lagu bertema sosial itu bebas berseliweran di kuping. Artinya, lagu-lagu itu tidak dilarang, ini terkait dengan "mati rasa"nya para subjek yang dikritik.
*Artikel asli bisa klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar